"Orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku". |
Cermin Kita Tidak Terbelah.
Maafkan kami, Yang Mulia.
Maafkan kami, Yang Mulia.
Maafkan kami, Yang Mulia.
Berkata kasar, kotor dan tidak santun sebenarnya menurut hemat kami memang tidak pas jika diucapkan oleh para pemimpin dan tokoh. Baik tokoh itu NON muslim maupun tokoh MUSLIM, apalagi punya banyak pengikut.
Maafkan kami, Yang Mulia.
Bukan bermaksud menggurui apalagi membenci para tokoh panutan kami yang kaya kebijaksanaan dan petuah baik, jika kami yang awam mengatakan respon isi hati tanpa terlebih dulu mengklarifikasi keotentikan dan meminta penjelasan pada setiap media yang datang karena jumlahnya yang tak dapat terbilang berlalu-lalang di sekitar kami setiap detik menyuguhkan hidangan real suara dan rupa.
Maafkan kami, Yang Mulia.
Jika inilah satu-satunya cara menyuarakan kejujuran, in sya Allah tanpa kebencian. Karena pada kenyataannya era globalisasi ini memang tak mampu menutupi suatu hal yang semestinya ditutupi.
Rahasia umum sehari-hari telah terbuka sebelum disimpan laksana reality show. Meski bisa jadi tidak begitu enak di dengar baik ke dalam maupun ke luar golongan, tetapi in sya Allah kami lakukan karena sayang. Serta sungguh-sungguh telah menimbang baik tidaknya sesuai yang kami mampu dan sebanyak mungkin takaran ilmu yang kami tahu.
Maafkan kami, Yang Mulia.
Jika terlintas pertanyaan di benak kami ketika melihat kaum muslimin berani mendemo, menghardik atau menasehati seorang tokoh non muslim yang berkata tidak santun, kasar dan kotor, kiranya juga berani melakukan hal yang sama pada tokoh muslim. Karena persamaan hukum dan rasa cinta sebagai sesama saudara muslim agar menjadi yang terbaik diantara ummat yang lain. Sekaligus mengatakan kebenaran walaupun pahit.
Maafkan kami, Yang Mulia.
Kiranya kami tidak rela jika ada ulama dan tokoh kita mengambil sikap dan ucapan menyaingi kekasaran para preman. Kami yakin para ulama dan tokoh kita penuh dengan nasehat baik serta ketegasan tanpa kasar dan mensamudera ilmu kebijaksanaannya.
Maafkan kami, Yang Mulia.
Jika memberanikan diri mengatakan bahwa kebanyakan orang, dalam hal ini kami atau kita seringkali diam ketika yang berbuat salah adalah kawan kita sendiri. Lebih suka membiarkannya larut dalam ketidakbenaran daripada mengambil resiko kena marah atau bermusuhan ketika mengingatkan. Atau hubungan terganggu karena mengajaknya kembali ke jalan yang benar.
Maafkan kami, Yang Mulia.
Ketika memberikan contoh dengan satu gambaran kecil yang terjadi di kampung-kampung saat ada bapak Kiai kita bacaan alqurannya kurang pas sesuai tajwid. Lidah kita kelu tak kuasa untuk mengadu. Dalam acara tadarrus maupun sholat fardu. Memendam rasa, mentoleransi diri sendiri bahwa asal tidak sampai merubah makna AlQuran yang dibaca adalah sah shalat kita.
Maafkan kami, Yang Mulia.
Hamba biasa berstrata sosial rendah, tak berdarah biru dan sedikit ilmu, kurang adab dan banyak dosa tetapi mengulas fenomena sehari-hari sesuatu yang diluar makrifat kami. Semata-mata untuk mengingatkan kembali bahwa setiap manusia dapat melakukan kesalahan.
Jangankan kita yang makin jauh terlahir dari zaman Rasulullah, bahkan putera sahabat di zaman itu sendiri pernah ada yang salah arah dan berbuat melanggar syariah kemudian dihukum sehingga wafat.
Maafkan kami, Yang Mulia.
Meski ada yang menghakimi kami tidak cinta Islam, karena berbeda pandangan pada sebagian yang lain bukan berarti kami atau kita memusuhi seperti yang mereka tuduhkan. Kami tetap menjunjung ulama sebagai pewaris para Nabi. Pewaris kemulyaan sekaligus pewaris tugas perjuangan Rasulullah.
Begitu berat jalan menebarkan rahmat yang di emban para pewaris para Nabi itu ke segala penjuru bumi. Mendoakan mereka yang menyakiti agar mendapatkan hidayah sebagaimana pernah kaum thaif mengejek, memaki dan melempari dengan batu mengakibatkan Rasulullah berdarah-darah mencari tempat bersembunyi.
Maafkan kami, Yang Mulia.
Ijinkan kami mengingatkan kembali tawaran pembalasan kepada penduduk Thaif, para penista Nabi oleh Malaikat Jibril.
Malaikat Jibril berkata, "Wahai Rasulullah, maukah engkau jika aku jatuhkan dua gunung kepada mereka?". Rasulullah menjawab; " Jangan. Aku justru berharap, semoga Allah akan mengeluarkan dari tulang rusuk mereka generasi yang menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun."
Maafkan kami, Yang Mulia.
Sekiranya itulah yang cocok dengan Indonesia, bukan cara lain yang mungkin telah digunakan orang dalam menyuarakan kebenaran versi sendiri-sendiri di negara-negara timur tengah termasuk Yaman dan sekitarnya kemudian menghasilkan kontra pemahaman dan pertikaian tiada henti.
Maafkan kami, Yang Mulia.
Kami cinta kepada Rasulullah, para dzurriyyahnya. Baik yang sefaham maupun sedang berbeda. Meski kadang cara kami mengekspresikan masih kurang santun.
Maafkan kami, Yang Mulia.
Ijinkan kami tetap selalu mendoakan para penghulu agama dalam setiap sholat sendiri maupun bersama. Membacakan sholawat kepada Rasul, keluarga dan sahabatnya. Menghormati sejarah perjuangan dan berziarah kepada para Wali untuk menjaga semangat dalam menebarkan Islam di nusantara.
Allahumma sholli alaih. maafkan kami.
Thanks for reading Maafkan Kami Yang Mulia | Tags: Agama
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »
0 komentar on Maafkan Kami Yang Mulia
Posting Komentar